Patrolmedia.co.id, Batam – Jep Hendrik Sijabat selaku karyawan di sekolah Globe National Plus didampingi istri, Evi Damanik dan kuasa hukum, Toni Damanik, SH. S.Si, kembali mendatangi pihak managemen untuk menuntut hak pesangon yang belum dibayarkan.
Seperti yang dijanjikan HRD Sekolah Globe National Plus pada pekan lalu, Selasa (19/9/2017), bahwa persoalan itu akan diselesaikan.
Pembicaraan yang digelar diruang HRD pada Senin (25/9/2017) siang, pihak Jep Hendri dan pihak Globe yakni diwakili HRD, Febi didampingi kuasa hukum Globe National Plus, Eddy Ginting, SH, berupaya untuk mediasi, namun belum mencapai kata sepakat.
Toni Damanik kembali menjelaskan kronologi awal permasalahan hak pesangon yang tak dibayarkan Sekolah Globe terhadap Jep Hendri yang juga abang iparnya itu.
“Saya sudah jelaskan dari awal pokok persoalan ini. Jep ini sakit sejak bulan 24 juni 2017 hingga hari ini. Mengenai sakit stroke yang dideritanya, Jep sudah memberitahukan melalui pihak sekolah, sehingga kepala sekolah (eks) Dina dan Ratih menjenguk Jep kerumah, bahkan supir sekolah juga mengetahui hal ini,” ujar Toni kepada kuasa hukum Globe, Senin (25/9/2017).
Simak juga: Pesangon Tak Dibayar, Karyawan Tuntut Sekolah Globe National Plus
“Apa bukti yang saya terangkan ini masih kurang jelas? Kita butuh keputusan, bukan bersilat lidah dan mengulur-ulur waktu saja, Globe jelas mengabaikan hak pekerja,” sebutnya.
Soal MC, Toni menyebutkan, bahwa Jep belum pernah berobat ke dokter dikarenakan keterbatasan biaya. Jep hanya berobat dengan metode herbal dengan cara di terapi.
“Karna memang tidak ada MC. Jep itu berobat secara terapi saja. Alasan mereka aja kalo harus ada surat keterangan dari dokter, omong kosong,” sebutnya.
Toni pun meminta pihak Globe segera mengeluarkan hak pesangon karyawan berdasarkan perhitungan yang diatur dalam UU No 13 Tahun 2003 pasal 172 yakni sebesar Rp43.860.000.
“Kan sudah jelas, perhitungan dari Disnaker, seharusnya pesangon yang diberikan Rp43.095.000, bukan Rp5 juta. Sekolah Globe tak bisa menzolimi seenaknya hak pekerja. Sesuai UMK, jelas sekolah Globe mengangkangi aturan Disnaker Kota Batam,” jelas Toni.
Selain itu, ia juga meminta gaji Jep bulan Agustus 2017 dibayarkan sebesar Rp2.550.000. Untuk permintaan gaji, Febi sempat menyebutkan kalau bagian keuangan sedang tak ditempat. Kendati demikian, akhirnya gaji Jep Hendrik dikeluarkan dengan bukti berupa kwitansi tanpa menyertakan Slip Gaji.
“Mereka ini mengulur waktu lagi sehingga di janjikan hari Kamis ini, dengan alasan akan dirundingkan kembali sama bos Globe, bos Acui. Padahal minggu kemarin Febi sudah berucap akan diselesaikan, eh malah di adu dengan pengacara,” cetusnya.
Selanjutnya, ia akan melaporkan persoalan tersebut ke Dinas Tenaga Kerja Batam, untuk penyelesaian lebih lanjut. “Ya, jika begini cara mereka kami akan laporkan hal ini ke Disnaker” jelasnya.
Sementara, Kuasa Hukum Sekolah Globe National Plus Eddy Ginting, SH mengatakan, sesuai aturan, pihaknya meminta bukti Medical Check Up (MC) bahwa Jep dinyatakan sakit.
“Pihak sekolah tak pernah menganggap sakit dan pak Jep tak pernah memberikan bukti MC, artinya tidak ada pemberitahuan secara resmi, dalam hal ini secara tertulis, paling tidak pihak keluarga memberi tahu kepada sekolah, sehingga sekolah bisa mengambil sikap,” tutur Ginting, Senin (25/9/2017).
“Kalau 5 hari berturut-turut tak ada pemberitahuan dianggap mangkir, nah jika sudah begitu tak dapat pesangon, cuma dibayar uang jasa 15%, ini kalo kita bicara ketentuan undang-undang,” tambahnya.
Ginting mengakui, UU No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pasal 172 menyebutkan karyawan sakit tak boleh di PHK dan di beri biaya berobat selama 1 tahun. Kalau pun suatu saat di PHK karena sakit berkepanjangan akan dibayarkan sebesar 2 kali UP (Uang Pesangon), 2 kali UPMK (Uang penghargaan masa kerja) dan 1 UPH (uang penggantian hak).
Menurut Ginting, pihaknya hanya mencoba untuk melakukan upaya persuasif, namun dari pihak Jep juga harus menanggapi secara persuasif, bukan dengan emosional.
“Kalau dia menantang saya, saya juga siap, apapun keputusan Disnaker kita hormati, dan jika Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) memutuskan untuk kita bayarkan, ya itu kita bayarkan,” ucap Ginting.
Seperti pembicaraan diatas, hal tersebut akan ditampung dan akan diberikan keputusan pada Kamis (28/9/2017) mendatang oleh pihak Globe. Eddy Ginting siap mengikuti keinginan Toni sebagai sama-sama pengacara.
“Saat ini tak mungkin langsung diputuskan, karna hal ini harus dikonsultasikan terlebih dahulu kepada klien saya, ke pak Acui, apakah hal ini dilanjutkan atau diselesaikan secara musyawarah, itu hak klien saya,” sebutnya.
Pada intinya, Ginting mengikuti keingingan pihak kuasa hukum karyawan untuk melanjutkan perkara tersebut ke ranah hukum. “Kalo klien saya mau lanjut maka ini kita teruskan, tunggu saja hari keputusan kamis iya atau tidaknya,” kata dia.
Seperti diketahui, Peralihan managemen Sekolah Permata Harapan atas kepemilikan Kiatwansyah yang juga pemilik Gici School, saat ini sudah berganti nama menjadi Sekolah Globe National Plus atas kepemilikan Acui, terhitung sejak awal bulan juni 2017 lalu. (Erwin)