Patrolmedia.co.id, Jakarta — Empat orang pelaku sindikat perakit sekaligus penjual Senjata Api (Senpi) ilegal berhasil dibekuk Timsus Subdit I Keamanan Negara (Kamneg) Direktorat Reskrimum Polda Jawa Barat.
Pelaku sindikat pembuat Senpi antarprovinsi itu sempat mengedarkannya di sejumlah wilayah di Indonesia.
Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol Agung Budi Maryoto mengatakan, pengungkapan kasus senpi ilegal ini berasal dari informasi jaringan antarprovinsi. Dalam hal ini, Polda Jabar menerima informasi penangkapan tersangka yang mengirim senpi ke Gorontalo.
“Ini merupakan kerjasama Polda Jabar dengan Polda Sultra yang menberi informasi bahwa tersangka ingin mengirim senjata (ke Gorontalo). Lalu terungkap juga di Yogyakarta bahwa yang membuat di Cipacing,” kata Agung di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Selasa (13/3/2018).
Kemudian, penyidik Ditrekrimum meringkus Yogi Gama (37) dan Ekosasih (60) yang merupakan warga Cipacing, Kabupaten Sumedang. Polisi selanjutnya menangkap Dian Daryansyah (37) asal Cikopo, Kabupaten Purwakarta dan Uzza Narashima (34) warga asal Sendangguwo, Semarang.
Dari tangan tersangka, polisi mengamankan barang bukti berupa 14 pucuk senpi jenis revolver, FN, dan pen gun serta 350 peluru berbagai kaliber. Turut diamankan juga mesin bubut dan pelat baja sebagai bahan baku perakitan.
Polisi menduga, senpi ilegal yang diperjualbelikan tersebut digunakan untuk melakukan tindak kejahatan oleh pembeli, misalnya merampok, mencuri dan lain-lain. Sebab, hal itu diketahui dari sejumlah tindak kejahatan yang diungkap polisi di berbagai daerah.
“Ada beberapa yang kita ungkap dengan pasal 365 (pencurian dengan kekerasan/perampokan). Oleh karena itu kita bekerja sama dengan berbagai polda, kita buka file (berkas penyidikan) apakah senjata yang digunakan sama,” ujar dia.
Para pelaku menjual senpi ilegal itu melalui online ke berbagai daerah dan meraup keuntungan sekitar Rp4 juta sampai Rp20 juta per unitnya. (CNN Indonesia/HYG).
Modifikasi Air Softgun
Ditrekrimum Polda Jabar Komisaris Besar Umar Surya Fana menambahkan, senpi yang diproduksi para tersangka ini menggunakan peluru kecil kaliber 22.
Padahal, kata Umar, peluru kaliber tersebut sudah susah dicari. Polisi menduga amunisi tersebut kemungkinan masuk dari Filipina.
Selain itu, para tersangka juga memodifikasi pistol air softgun buatan Rusia yang diubah menjadi FN.
“Rata-rata asli bikinan mereka menggunakan mesin bubut. Model pistol FN awalnya air soft dikonversi, semuanya buatan Rusia,” jelas Umar.
Meski tak sebagus pabrikan aslinya, lanjut Umar, senpi-senpi rakitan tersebut tetap memiliki kekuatan yang cukup baik dan mematikan.
“Untuk jarak lima meter masih bisa meski tak sebagus fabrikasi,” ujarnya.
Guna mengembangkan kasus ini, pihaknya bekerja sama dengan berbagai Polda di Indonesia. Sebab, penjualan senpi ini menggunakan transaksi online sehingga bisa dikirim ke berbagai daerah.
Sedangkan berdasar pemeriksaan, para tersangka sudah melakukan perakitan dan penjualan sejak 2015 lalu.
“Alamat pengiriman menggunakan kode. Penjualan dengan online memakai kode aqua dan lakban. Kita belum dapat jual beli di luar, sejauh ini masih di Indonesia,” kata Umar.
Dari penjualan senpi rakitan selama ini, para tersangka meraup untung puluhan sampai ratusan juta rupiah. Hal itu dilihat dari keuntungan yang didapat dari setiap penjualan satu unit senpi rakitan, yakni antara sekitar Rp4 juta sampai Rp20 juta.
Para tersangka hanya modal Rp2-3 juta untuk merakit atau memodifikasi satu unit senpi ini. Dari situ tersangka menjual dengan harga bervariatif, tergantung model dan jenisnya.
Untuk pistol revolver misalnya, dijual Rp9 juta per unit, sedangkan FN hasil konversi air softgun dibanderol Rp25 juta per unit, dan pen gun Rp7 juta per unit.
“Satu bulan ada 2-3 unit yang dikirim. Satu senjata biasanya jadi dalam seminggu,” kata Umar menerangkan.
Adapun keempat tersangka dijerat Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951. Mereka terancaman hukuman pidana penjara selama 20 tahun, demikian cnnindonesia.com.