BKSAP DPR Targetkan Bahasa Melayu jadi Bahasa Kerja di Pertemuan IPU dan AIPA

oleh -645 views
Ketua BKSAP DPR RI Fadli Zon berfoto bersama dengan Wakil Wali Kota Tanjung Pinang, Wakil Ketua DPRD Provinsi Kepri, Penjabat Sekda Provinsi Kepri, Wakil Rektor Univ Maritim Raja Ali Haji 2, Ketua STISIPOL Tanjung Pinang di kegiatan pembentukan AAPBM. (Foto: Twitter @Fadli Zon)

Patrolmedia.co.id,Tanjungpinang – Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI menargetkan Bahasa Melayu bisa menjadi bahasa kerja (working language) dalam momentum Inter-Parliamentary Union (IPU) atau Perkumpulan Antar-Parlemen Dunia pada 20-24 Maret 2022 dan ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) pada 2023  mendatang.

Sebab, Bahasa Melayu merupakan bahasa tuturan mayoritas yang digunakan masyarakat di ASEAN.

Hal itu disampaikan Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Fadli Zon usai memimpin pertemuan persiapan pembentukan Asosiasi Anggota Parlemen Berbahasa Melayu (AAPBM) di Gedung Sekda Kota Tanjung Pinang, Kepri, Jumat (11/2/2022).

“Targetnya sebagai bahasa kerja di IPU dan juga di ASEAN melalui AIPA. Ini target dari BKSAP ke depan. Mudah-mudahan dengan adanya pertemuan di di Kota Tanjung Pinang sebagai Kota Gurindam 12, masukan dari para tokoh budayawan, pejabat, dan akademisi ini menjadi pengayaan untuk jadi acuan sinergi ke depan,” kata Fadli Zon.

Tercatat sebanyak 700 dialek Bahasa Melayu tersebar di beberapa negara, baik di ASEAN maupun di beberapa negara yang memiliki fakta sejarah penyebaran budaya Melayu sejak era penjajahan.

Namun,  Fadli menyebutkan yang paling ditekankan bukanlah Melayu dalam konteks bahasa tutur (dialek), melainkan bahasa tulis.

“Kalau dialek bisa bermacam-macam. Di Inggris, Mandarin, juga banyak ragam dialeknya. Jadi, kita bukan mau cari perbedaan dari dialek mana, tapi bahasa tulis Melayu yang berangkat dari Bahasa Indonesia oleh Raja Ali Haji sampai sekarang penutur Bahasa Melayu di Kepri yang ini terus digunakan,” ujar Anggota Komisi I DPR RI ini.

Jika Bahasa Melayu nantinya diterima sebagai working language, Fadli berharap, misalnya budaya pantun sebagai satu ciri Melayu dapat digunakan sebagai penutup dan pembukaan misalnya saat pidato internasional.

“Karena pantun ini bisa diterima di seluruh Indonesia. Itu juga cara kita membuka dan menutup pertemuan. Bisa juga ini dijadikan tradisi dalam pertemuan internasional, baik di pemerintahan maupun parlemen,” katanya.

Sehingga, meski dalam waktu dekat AAPBM ini masih belum dapat dibentuk, namun setidaknya Bahasa Melayu dapat digunakan terlebih dahulu di forum-forum internasional.

“Saya memang waktu itu yang inisiatif dan diterima di BKSAP dan DPR RI. Jadi tinggal kita perkuat argumentasi ini dan kita tawarkan kepada teman-teman kita di parlemen di beberapa negara penutur Bahasa Melayu,” kata Anggota Fraksi Gerindra DPR RI itu. (Chandra)