
Patrolmedia, Bangkok -:- China naikkan bea masuk barang AS sebesar 84%. Tak lama setelah itu, Presiden Donald Trump juga mengenakan tarif impor China menjadi 125%.
Perang dagang kedua negara ekonomi terbesar di dunia itu semakin mengancam stabilitas perdagangan.
Trump mengangap keputusan itu tak terhormat dan memisahkan Tiongkok dari negara-negara lainnya.
Truml dalam sebuah postingannya media sosial mengatakan akan menghentikan “tarif timbal balik” terhadap banyak mitra dagang lainnya, karena mereka telah menanggapi dengan melakukan pembicaraan alih-alih melakukan pembalasan.
Kenaikan tarif yang saling berbalas antara AS dan Cina merupakan hal terbaru dalam perang dagang yang sedang berlangsung.
Amerika akan menggagalkan upaya Cina untuk menghidupkan kembali ekonominya yang sedang lesu.
Tanggapan dari pemerintah Cina justru menandakan tekad mereka untuk tidak tunduk pada tekanan Trump, meskipun ada risiko.
“Jika AS bersikeras untuk lebih meningkatkan pembatasan ekonomi dan perdagangannya, Tiongkok memiliki kemauan kuat dan sarana yang melimpah untuk mengambil tindakan balasan yang diperlukan dan berjuang sampai akhir,” kata Kementerian Perdagangan Tiongkok sebelum mengumumkan kenaikan tarif terbarunya, seperti dilansir AP.
Sementara, Sekretaris pers Gedung Putih Karoline Leavitt mengatakan jika China membalas maka AS pun juga akan membalas lebih keras.
“Ketika Anda meninju Amerika Serikat, Presiden Trump akan membalasnya lebih jauh,” kata Leavitt.
China adalah eksportir utama ke AS namun tidak lagi menjadi nomor 1
Departemen Perdagangan AS melaporkan, Amerika Serikat mengirimkan rekor ekspor sebesar $199 miliar ke China pada 2024 lalu, sementara China mengekspor barang dan jasa sebesar $463 miliar ke Amerika Serikat, ketiga setelah Meksiko dan Kanada.
Ekspor utama AS ke China pada 2024 meliputi kacang kedelai, pesawat terbang, farmasi, dan semikonduktor. Di sisi lain, ponsel, komputer, mainan, dan pakaian termasuk di antara impor utama dari China.