Berita  

Hukum Kuat, Negara Aman: 13 Triliun Diselamatkan

Pemulihan Aset sebagai Kemenangan untuk Kedaulatan Nasional

Pengembalian dana sebesar Rp13,2 triliun hasil tindak pidana korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO) yang disaksikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto tepat setahun sejak ia menjabat, bukan sekadar kemenangan di ruang pengadilan. Ini adalah kemenangan negara dalam menjaga kedaulatan ekonomi dan keamanan nasional. Ketika hukum mampu menundukkan kepentingan besar yang merugikan rakyat, negara sedang menutup celah-celah kerentanan strategisnya.

Presiden pun mengilustrasikan nilai pemulihan itu ke dalam wujud keseharian: setara dengan renovasi delapan ribu sekolah atau pembangunan enam ratus kampung nelayan modern. Sebuah narasi yang mendekatkan publik pada makna keadilan yang benar-benar kembali bekerja.

Namun dalam kacamata pertahanan, angka itu tak kalah strategis. Korupsi di sektor-sektor vital seperti pangan dan energi bukan hanya kejahatan ekonomi biasa. Ia adalah ancaman non-militer yang berdampak sistemik: harga melonjak, pasokan terganggu, kepercayaan publik runtuh. Dalam kerangka pertahanan semesta, keadilan ekonomi adalah fondasi daya tahan nasional.

Mengubah Pemulihan Aset Menjadi Ketahanan

Uang yang kembali ke kas negara bukan sekadar angka. Ia adalah ruang fiskal yang dapat memperkuat fondasi sosial sekaligus infrastruktur pertahanan. Bila diarahkan secara strategis, dana sebesar itu dapat mempercepat kemampuan negara hadir cepat, melihat lebih jauh, dan bertahan lebih lama, di udara, perbatasan, maupun laut.

Mobilitas adalah napas pertama. Indonesia yang seluas benua membutuhkan pesawat angkut menengah yang andal untuk memindahkan pasukan dan logistik, airdrop bantuan, hingga evakuasi medis dari landasan pendek.

Contoh relevan: Airbus C-295 mampu mengangkut 70 prajurit atau 8–9 ton logistik, dengan kecepatan jelajah 260 knot, dan daya tinggal lebih dari 11 jam. Patokan biaya di pasar internasional juga relatif transparan. Tiga hingga empat unit pesawat seperti ini akan sangat memperkuat jembatan udara ke wilayah terpencil.

Namun mobilitas saja tidak cukup. Tanpa “mata”, gerakan bisa tidak presisi. Di sinilah wahana nirawak seperti TAI Anka menjadi instrumen penting. Dengan daya jelajah hingga 30 jam, tinggi terbang 30.000 kaki, dan kemampuan ISR yang kuat, drone MALE ini mampu melakukan pengawasan permanen di lintasan kapal dan jalur tikus perbatasan. Kontrak Indonesia terdahulu menjadi referensi biaya yang jelas, dan enam hingga tujuh unit sudah cukup untuk menutup sejumlah titik kritis.

Sementara itu, di garis depan darat-udara, ancaman masa kini sering kali datang dari wahana murah seperti drone bersenjata dan munisi berkeliaran. Oleh karena itu, sistem pertahanan udara berlapis perlu menjadi bagian dari infrastruktur perbatasan. IRIS-T SLM dengan radar TRML-4D dan peluncur rudal jarak menengah, merupakan contoh yang telah digunakan banyak negara. Satu baterai di pangkalan strategis akan menaikkan ambang deteren terhadap serangan udara berbiaya rendah.

Di laut, kehadiran adalah bentuk deterensi paling efektif. OPV 90 meter seperti desain Vard 7 090 memiliki jangkauan 6.000 mil laut dan daya tinggal 21 hari, dengan dek helikopter dan RHIB. Harga per unit yang berada di kisaran €71 juta membuatnya terjangkau untuk memperkuat kehadiran di perairan kaya sumber daya.

Namun kehadiran fisik perlu dibarengi dengan kehadiran sistemik. Proyek National Maritime Security System (NMSS) Bakamla, yang mengintegrasikan radar pantai, AIS, dan pusat kendali nasional, penting untuk membangun common operating picture. Dengan begitu, kapal negara bergerak berdasarkan data dan intelijen, bukan sekadar naluri.

Keadilan yang Menjaga Republik

Rp13 triliun setara dengan sekitar 1,8 persen anggaran pendidikan nasional 2025. Ini menunjukkan bahwa pemulihan aset bisa menjadi instrumen strategis. Namun manfaatnya tidak hanya ekonomi, melainkan juga geopolitik. Negara yang mampu menegakkan hukum dan menyegel celah korupsi jauh lebih tahan terhadap guncangan dari luar dan dalam.

Keamanan nasional tidak hanya dijaga oleh prajurit bersenjata, tetapi juga oleh jaksa, auditor, dan regulator yang memastikan setiap rupiah kembali ke rakyat. Ketika sistem hukum, fiskal, dan pertahanan bergerak serempak, hasilnya adalah daya tangkal yang nyata: terhadap predator internal maupun eksternal.

Dalam lanskap dunia yang semakin kompetitif, kedaulatan hukum adalah benteng pertama dari kedaulatan negara. Korupsi yang dibiarkan berarti membuka jalan bagi ketergantungan dan intervensi asing. Sebaliknya, hukum yang kuat memperkuat legitimasi, membuka ruang fiskal untuk memperkuat pertahanan, dan memulihkan martabat negara di mata rakyat.

Rp13 triliun yang diselamatkan dari kasus minyak goreng adalah pelajaran jernih: hukum yang kuat membuat negara aman. Ia bukan hanya menghukum pelaku, tetapi juga memulihkan kepercayaan. Dan selama uang rakyat benar-benar kembali menjadi pendidikan, layanan dasar, dan ketahanan strategis, baik di sekolah, kampung nelayan, maupun pangkalan militer, maka penegakan hukum itu akan menjadi bentuk paling utuh dari pertahanan nasional: keadilan yang menjaga republik.