Tren Lari dan Masalah Privasi di Ruang Digital
Tren lari atau jogging belakangan ini semakin diminati oleh masyarakat di berbagai kota besar di Indonesia. Bukan hanya sebagai aktivitas olahraga, tren ini juga membawa perubahan dalam cara masyarakat menghadapi ruang publik. Salah satu dampaknya adalah munculnya fotografer dadakan yang menemani para pelari di jalur-jalur yang sering dilalui.
Fotografer-fotografer ini biasanya berada di titik-titik tertentu, seperti taman, jalur sepeda, atau jalan umum, dan siap memotret pelari yang lewat. Beberapa dari mereka bahkan memotret tanpa izin dan kemudian menjual foto tersebut melalui platform digital seperti FotoYu. Hal ini memicu pertanyaan: apakah fotografer bisa digugat karena memotret tanpa izin?
Penjelasan Ahli Hukum
Ahli hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, memberikan penjelasan terkait hal ini. Ia menyatakan bahwa pelari berhak menggugat fotografer jika difoto tanpa izin. Gugatan tersebut dapat diajukan ke pengadilan negeri dengan dasar pelanggaran hukum (PMH), baik secara materiil maupun immateriil.
“PMH karena tidak izin untuk mengambil gambar yang menimbulkan kerugian pada objek foto,” kata Abdul kepada media. Hal ini berlaku jika foto yang dipotret fokus pada wajah atau ciri-ciri spesifik seseorang. Namun, jika foto tersebut hanya menangkap suasana umum tanpa adanya objek individu tertentu, maka gugatan tidak bisa diajukan.
Selain itu, fotografer yang memotret tanpa izin juga bisa terkena konsekuensi hukum. Mereka bisa dikenai Pasal 335 KUHP karena perbuatan tidak menyenangkan. Selain itu, jika foto yang disebarkan mengandung unsur pencemaran nama baik, fotografer bisa dikenai Pasal 310 KUHP.
Dasar Hukum dan Perlindungan Data Pribadi
Dalam konteks hukum perdata, pelari juga bisa menggugat fotografer berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata. Jika foto tersebut mengandung unsur penghinaan, pelari juga bisa menggunakan UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Selain itu, pelari juga bisa menggugat berdasarkan UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP). Dalam UU ini, data biometrik dianggap sebagai data pribadi yang bersifat spesifik. Contoh data biometrik antara lain gambar wajah, sidik jari, retina mata, dan sampel DNA.
“Data biometrik menjelaskan sifat keunikan dan karakteristik seseorang yang harus dijaga dan dirawat,” ujar Abdul. Dengan demikian, pelari berhak mendapatkan ganti rugi jika data pribadi mereka dilanggar oleh fotografer.
Tanggapan dari Kemenkomdigi
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi), Alexander Sabar, menegaskan bahwa setiap pemotretan dan publikasi foto harus memperhatikan aspek hukum dan etika. Ia menyoroti bahwa foto yang menampilkan wajah atau ciri khas individu termasuk kategori data pribadi.
“Foto yang menampilkan wajah seseorang termasuk data pribadi dan tidak boleh disebarkan tanpa izin,” ujar Alexander dalam keterangan resmi. Setiap proses pengambilan, penyimpanan, hingga penyebarluasan data pribadi harus memiliki dasar hukum yang jelas, seperti persetujuan eksplisit dari subjek data.
Alexander juga menekankan bahwa fotografer harus menghormati hak cipta dan hak atas citra diri. “Tidak boleh ada pengkomersialan hasil foto tanpa persetujuan dari subjek yang difoto,” katanya.
Upaya Kemenkomdigi dalam Memperkuat Literasi Digital
Kemenkomdigi akan mengundang perwakilan fotografer dan asosiasi profesi seperti Asosiasi Profesi Fotografi Indonesia (APFI) serta Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) untuk meningkatkan pemahaman tentang kewajiban hukum dan etika dalam fotografi digital.
Tujuan utamanya adalah memastikan para pelaku kreatif memahami batasan hukum dan etika dalam memotret, mengolah, dan menyebarluaskan karya digital. Ini menjadi bagian dari tanggung jawab bersama untuk menjaga ruang digital tetap aman dan beradab.
Selain itu, Kemenkomdigi terus meningkatkan literasi digital masyarakat, termasuk pemahaman tentang perlindungan data pribadi dan etika penggunaan teknologi. Upaya ini merupakan komitmen dalam membangun ekosistem digital yang aman, beretika, dan berkeadilan, serta memperkuat pengawasan aktif dan responsif terhadap dugaan pelanggaran undang-undang.





















