Tindakan Kepala Sekolah yang Menampar Siswa Dinilai Tidak Sesuai
Seorang kepala sekolah di SMAN 1 Cimarga dilaporkan melakukan tindakan kekerasan terhadap seorang siswa karena kedapatan merokok di lingkungan sekolah. Tindakan tersebut dinilai tidak dapat dibenarkan dan menimbulkan reaksi dari berbagai pihak, termasuk para orang tua siswa serta organisasi pemantau pendidikan.
Menurut Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, kepala sekolah seharusnya menjadi teladan bagi siswa. Ia menyatakan bahwa meskipun siswa salah karena merokok di lingkungan sekolah, tindakan kepala sekolah dengan cara-cara kekerasan juga tidak bisa diterima.
“Kedua pihak memiliki kesalahan. Siswa jelas bersalah karena merokok di lingkungan sekolah, tetapi tindakan kepala sekolah menggunakan cara-cara kekerasan juga tidak dapat dibenarkan,” ujar Ubaid kepada Alreinamedia.com.
Ia menegaskan bahwa tindakan kepala sekolah, yang seharusnya menjadi figur utama dalam mewujudkan visi sekolah bebas kekerasan, justru melanggar hukum dan etika profesi guru. “Tindakan ini mengirimkan pesan berbahaya bahwa kekerasan masih dianggap sebagai alat yang sah untuk mendisiplinkan di lembaga pendidikan.”
Ubaid menilai bahwa tindakan kepala sekolah bukanlah bentuk pendidikan, melainkan pelampiasan emosi. Hal ini menunjukkan bahwa jargon “Sekolah Ramah Anak” hanya menjadi wacana kosong dan sandiwara yang gagal di lapangan.
Orang Tua Siswa Berencana Melaporkan Kepala Sekolah ke Polisi
Sebelumnya, orang tua siswa SMA Negeri 1 Cimarga, Kabupaten Lebak, Banten, berencana melaporkan oknum kepala sekolah ke polisi setelah anaknya diduga mengalami kekerasan fisik di lingkungan sekolah. Korban berinisial ILP (17), siswa kelas XII, diduga menjadi korban penganiayaan oleh Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Cimarga, DF (Dini Fitria), pada Jumat (10/10/2025).
Peristiwa itu terjadi setelah ILP kedapatan merokok di sekitar area sekolah. Insiden ini memicu kemarahan orang tua korban serta aksi mogok sekolah oleh para siswa.
Ibu korban, Tri Indah Alesti, menegaskan bahwa dirinya tidak terima atas tindakan yang dilakukan kepala sekolah terhadap anaknya. Ia menyebut, kekerasan terhadap siswa tidak bisa dibenarkan dalam kondisi apa pun.
“Saya tidak ikhlas, tidak ridho anak saya ditampar. Pokoknya akan saya bawa ke jalur hukum karena tidak terima,” kata Tri Indah kepada TribunBanten.com.
Ia menambahkan, alasan keluarga membawa kasus ini ke polisi adalah untuk mencegah agar tidak ada lagi tindakan semena-mena terhadap siswa. “Agar tidak semena-mena aja,” ujarnya.
Dampak dan Reaksi dari Masyarakat
Insiden ini telah menimbulkan berbagai reaksi dari masyarakat, termasuk para guru dan aktivis pendidikan. Banyak yang menilai bahwa tindakan kepala sekolah tidak sesuai dengan prinsip pendidikan yang manusiawi dan beretika. Selain itu, banyak pihak juga mempertanyakan efektivitas sistem disiplin di sekolah dan bagaimana cara menangani masalah seperti merokok tanpa melibatkan kekerasan.
Beberapa ahli pendidikan menyarankan agar sekolah lebih fokus pada pendekatan edukatif dan komunikasi yang baik dengan siswa, daripada menggunakan metode kekerasan. Mereka menilai bahwa pendidikan harus menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua pihak, termasuk siswa dan guru.
Selain itu, beberapa organisasi sosial juga mengajak masyarakat untuk lebih waspada terhadap tindakan kekerasan di lingkungan pendidikan. Mereka menekankan pentingnya perlindungan hak asasi manusia, terutama bagi anak-anak yang masih dalam proses pertumbuhan dan perkembangan.
Langkah Lanjutan
Orang tua korban telah menyatakan niat untuk melanjutkan kasus ini melalui jalur hukum. Mereka berharap agar pihak berwajib dapat menindaklanjuti laporan mereka secara serius dan memberikan sanksi yang sesuai dengan tindakan yang dilakukan oleh kepala sekolah.
Di sisi lain, pihak sekolah juga diminta untuk segera mengambil langkah-langkah preventif agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Mereka diminta untuk memperbaiki sistem pengawasan dan memberikan pelatihan tentang manajemen konflik serta penggunaan metode pendidikan yang non-kekerasan.
Insiden ini juga menjadi peringatan bagi seluruh institusi pendidikan untuk lebih memperhatikan sikap dan perilaku para guru serta staf, terutama dalam menghadapi siswa yang sedang mengalami masalah atau kesalahan.





















