
Patrolmedia, Deir Al Balah – Israel dan Hamas menjalani gencatan senjata Gaza untuk tahap pertama, pada Senin (13/10/2025).
Kesepakatan ini ditengahi Amerika Serikat dan diharapkan menjadi langkah menuju berakhirnya perang 2 tahun yang meluluhlantakkan wilayah tersebut.
Dalam kesepakatannya, Israel telah membebaskan sekitar 1.900 tahanan Palestina. Sedangkan Hamas melepaskan 20 sandera Israel yang masih hidup dan menyerahkan 4 jenazah lainnya.
Gencatan senjata juga mengizinkan masuknya bantuan kemanusiaan dan pasokan makanan ke Gaza.
Meski disambut suka cita, kesepakatan ini dinilai masih rapuh. Isu utama seperti pelucutan senjata Hamas, pemerintahan Gaza pascaperang, dan status kenegaraan Palestina belum mendapat kepastian.
Banyak pihak menilai gencatan senjata ini baru sebatas menghentikan sementara konflik paling mematikan dalam sejarah Israel – Palestina.
Di Israel, kembalinya para sandera disambut haru oleh keluarga dan warga. Tayangan publik memperlihatkan momen pertemuan yang penuh emosi.
Namun, sebagian pengamat menilai pembebasan ini dapat mengurangi tekanan politik terhadap Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk mempercepat tahapan berikutnya dalam kesepakatan.
Presiden AS Donald Trump yang hadir di Israel dan Mesir, memuji langkah itu.
“Ini awal perdamaian baru di Timur Tengah,” kata Trump, dikutip dari APNews, Selasa (14/10/2025).
Trump mendesak Israel memanfaatkan momentum tersebut untuk memperluas upaya diplomasi.
“Kini saatnya kemenangan militer diterjemahkan menjadi perdamaian dan kemakmuran,” kata Trump dalam pidatonya di Knesset.
Sementara itu, di Gaza dan Tepi Barat, ribuan warga menyambut kedatangan para tahanan Palestina. Mereka dianggap sebagai simbol perjuangan dan pengorbanan.
“Pembebasan ini menjadi anugerah dan kebanggaan bagi rakyat Palestina,” ungkap Mahmoud Fayez, salah satu tahanan Palestina yang baru di bebaskan Israel.
Namun, jalan menuju perdamaian masih panjang. Israel menegaskan perang baru benar-benar berakhir jika semua sandera dibebaskan dan Hamas dikalahkan total.
Di sisi lain, Hamas menolak melucuti senjata dan menuntut penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza.
Rencana pasca perang yang diusulkan AS mencakup pembentukan Badan Internasional untuk mengelola Gaza, dengan partisipasi teknokrat Palestina serta pengawasan pasukan keamanan gabungan dari negara-negara Arab.
Skema tersebut juga membuka peluang berdirinya negara Palestina di masa depan, meski hal ini belum mendapat dukungan dari pemerintahan Netanyahu.
(Ipl/Ft)